Baiklah, setelah terlambat lebih dari setengah tahun, saya sharing juga tentang presentasi saya dan Mbak Herdiana Hakim dalam forum AFCC (Asian Festival of Children Contents) yang diadakan di Singapore pada bulan Mei 2017. Sebenarnya saya ingin posting lebih cepat tetapi karena kesibukan jadi lupa. Dan baru ingat saat sedang bersih-bersih memori HP. Jadi begini ceritanya….
Di atas itu woro-woronya ya. Disimpan terus buat kenang-kenangan. Saya memang sentimentil.
Walaupun sesinya hanya 60 menit, erg, 40 menit sebenarnya karena yang 20 menit itu slot untuk tanya jawab, persiapan untuk membuat makalah, bahan presentasi dan lain-lain sudah mulai 5 bulan sebelumnya. Mulai dari pitching ideas hingga jadi materi presentasi final. Detail kisah pada hari H, sesaat sebelum presentasi tidak perlu diceritakan ya, karena saya sudah lupa. Tapi lebih celaka lagi kalau saya ingat karena bisa-bisa satu halaman blog scrol tidak habis-habis untuk menceritakan ke-nervousan saya saat itu. Sesi saya sesudah makan siang. Sebelum presentasi kami sempat kenalan dan foto-foto dulu dengan moderator dalam sesi kami, yaitu Linn Shekinah, seorang penulis dari Singapura. Linn masih muda, energic, lucu, dan santai, sedikit menguapkan kegugupan saya dan banyak mencairkan suasana.
Ini dia foto kami :
Indonesian Mysteries and Historical Fiction
Di paruh pertama sesi, Mbak Herdiana Hakim yang akan membawakan presentasinya terlebih dahulu. Mbak Herdi mengawali presentasinya dengan memberi contoh buku-buku Historical Fiction yang terbit di seluruh dunia, ada “The Boy in Stripped Pyjamas” hingga “The Mysterious Benedict Society”. Then she went on presenting statistical data on how children (and adults) all over the world love mystery and particularly, historical fiction.
Mengapa anak-anak suka buku-buku misteri?
Hhm… berdasarkan riset, anak-anak memang memiliki rasa ingin tahu besar dan suka ditakut-takuti tetapi masih dalam kondisi aman (reading a thriller book will not hurt you in real life, right?). Selain itu buku-buku bergenre ini mengajarkan berbagai strategy problem solving pada anak-anak dan selalu menampilkan anak-anak sebagai heroes alias sang jagoan.
Bagaimana di Indonesia? Tidak terkecuali. Mbak Herdi lalu memunculkan berbagai macam buku misteri yang terbit di Indonesia dari berbagai penerbit dan dengan berbagai latar belakang cerita (ada model detektif, dll).
Lalu, mengapa buku-buku cerita misteri dengan latar belakang sejarah menjadi istimewa?
Tolong perhatikan kata-kata yang di bold : Multiculturalism. Got it? Ya. Itu dia!
Studi kasus dalam buku Misteri Kota Tua dan Misteri Kampung Hitam
Selanjutnya Mbak Herdi membahas kedua buku saya yaitu “Misteri Kota Tua” dan “Misteri Kampung Hitam”. Point-point singkat pembahasannya adalah sebagai berikut :
- Ciri khas dari buku-buku misterinya Yovita Siswati
- Element of History and Mystery di kedua buku tersebut
- Tentang “child agency” (anak sebagai tokoh yang berdaya) dalam dua buku ini.
- Multicultural Isssues in Yovita’s books.
- Intersection between Historical Fiction and Multicultural Issues
Beberapa kutipan, saya highlight di bawah ini ya. Silakan disimak.
Ciri dan element dari buku-buku Yovita Siswati :
Sudah cukup jelas kan dari penjelasan di atas? Jadi intinya, elemen sejarah yang diambil sebagai lagar belakang buku-bukunya Yovita adalah “little history” atau dengan kata lain, bagian sejarah yang belum atau jarang diketahui oleh orang banyak yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, cerita sejarah yang jarang masuk dalam buku-buku pelajaran utama di sekolah. Atau dengan kata lain history yang “anti mainstream”, yeah.
Bagian sejarah, budaya dan hubungan antara tokoh cerita dan tempat begitu uniknya sehingga seting dalam buku-buku Yovita tidak akan bisa dipindah. See the point?
Selanjutnya dibahas mengenai element histori dan misteri dalam buku Kota Tua dan Kampung Hitam dengan mendetail, tetapi tidak usah diulas di sini ya, karena terlalu panjang.
Child Agency dalam buku-buku Yovita Siswati
Apa itu child agency? Dari dari presentasi yang dibawakan Mbak Herdi, child agency adalah penggambaran tokoh anak-anak sebagai pribadi yang berdaya, tidak melulu tergantung pada orang dewasa, tidak harus selalu dilindungi bagaikan barang pecah belah, tetapi mereka bisa berpikir rasional, berpendapat, memutuskan, mengambil tindakan serta kreatif memecahkan masalah mereka sendiri, aktif dan bertindak sebagai individu yang independent. Kira-kira begitulah.
Lalu bagiamana pengejawantahan ‘child agency’ ini dalam buku-buku Yovita Siswati?
Multikulturalisme dalam buku-buku Yovita
Point terakhir yang dibahasa adalah tentang bagaimana buku-buku misteri berlatar belakang ‘little history’ ini dapat mempromosikan multikulturalisme Indonesia. Nah di bawah ini ada summarynya. Tidak perlu panjang lebar.
Mbak Herdi mengakhiri presentasi dengan quote yang sudah saya tuliskan di bagian awal artikel dan satu quote lagi di bawah ini :
One of the important qualities of a good historical fiction is “a concern with how ordinary people were affected by the political and social climate of the time.” (Collins & Graham, 2012: 10)
Dengan demikian, presentasi sesi satu selesai, sesi saya berikutnya dan akan saya ceritakan di artikel selanjutnya :
Dari AFCC 2017 : Sesi Indonesian Mysteries and Historical Fictions – Part 2
Dari AFCC 2017 : Illustrator Galery
Dari AFCC 2017 : Indonesian Pavilliun
Dari AFCC 2017 : Venue & Acvitities
Dari AFCC 2017 : Sesi Yang Saya Ikuti – Part 1
Dari AFCC 2017 : Sesi Yang Saya Ikuti – Part 2
Dari AFCC 2017 : Liputan di Majalah Tempo
Dari AFCC 2017 : Video – Sesi Indonesian Mysteries and Historical Fiction