Dari AFCC 2017 : Sesi yang Saya Ikuti – Part 2

Lanjut ya. Ini dia sesi-sesi lain yang saya ikuti :

Creating a Book from the End to the Beginning

Sesi ini dibawakan oleh Motti Aviram, direktur televisi dari Israel yang mengembangkan seri Sesame Street di Israel. Terus terang sesi ini adalah yang paling lucu, dan audience tidak berhenti tertawa sepanjang sesi. Jadi, Motti menceritakan prosesnya dalam membuat buku atau content untuk anak-anak. Proses yang dilakukannya sangat seru, termasuk test case bersama anak-anak yang justru dilakukan di awal proses. Format bukunya pun out of the box dan lebih berupa interactive book.

Untuk melihat proyek-proyek Motti Aviram, bisa mengintip websitenya di SINI

20170518_113028

Turning up the Tension: Creating Page-turning Fiction

Ini adalah sesi paling serius yang saya ikuti sepanjang konferensi. Presenternya adalah Angela Cerrito, pengarang dari Jerman / Austria sekaligus Asisten International Advisor dari SCBWI (Society of Children Book’s Writers and Illustrator), organisasi nirlaba yang pusatnya di Los Angeles, USA. Karya Angela sudah banyak memenangkan penghargaan international.

Di sesi ini, Angela membahas secara detail (lengkap dengan latihan) tentang teknik menulis yang bisa menambah ketegangan dalam narasi di buku yang kita tulis. Pemilihan kalimat aktif atau pasif, Cara menyusun kata dalam kalimat aktif, pemilihan jenis kata (kata kerja, sifat, dll). Daan…. ajaibnya semua komposisi kata, kalimat, struktur bahasa ini dapat diformulasikan seperti hitungan matematika. Jadi karya tulis yang biasanya lebih dinilai dan dinikmatis secara kualitatif ternyata dapat dikuantifikasi juga. Dengan analisa itu, kita bisa menghitung efektivitas susunan kalimat yang kita buat, apakah cukup menarik dan menghanyutkan pembaca atau tidak. Hasilnya…. saya jadi pusing! Menulis dengan penuh perhitungan sulit sekali karena biasanya penulis hanya menulis saja, semaunya, seenaknya saja. Tipsnya adalah:  pertama menulis dulu sebebasnya, baru pada saat editing kita bisa melakukan perhitungan analisa kuantitatif dari karya kita sendiri… Haduh, saya semakin pusing. I do not know writing can be a very complicated work. Anyway, tidak ada ilmu yang sia-sia. Paling tidak saya tahu, kalimat aktif lebih baik daripada kalimat pasif. Analisis matematis sudah membuktikannya!

Oiya, di sesi ini saya tidak mengambil foto sama sekali, karena terlalu serius menyimak.

Authors Debate: Who Writes Better Books- Introverts or Extroverts?

Ini adalah sesi debat antara dua kelompok panelis yang terdiri dari para penulis. Apakah yang diperdebatkan? Gak penting. Yaitu tentang manakah penulis yang menulis lebih baik  yang introverts atau  extrovert. Nah, gak penting banget kan? Yakan? Tapi seru juga sih, daripada serius terus. Lagipula saat itu saya malas pindah ruangan karena saya perlu mengistirahatkan kaki saya yang sudah senut-senut. Oiya, saat konferensi, pergelangan kaki kiri saya belum pulih benar dari cedera keselo berat.

Panelisnya ada Cynthea Liu, Don Bosco, Lee Battersby, Anggela Ceritto. Moderatornya saya lupa. Panelis yang memihak extrovert berargumen bahwa penulis extrovert memiliki lebih banyak audience dan bukunya lebih laris. Pemihak introvert beropini bahwa kalau dilihat dari hasil karya, introvert pasti lebih bagus.  Yang menang dalam debat itu adalah kelompok pemihak Introvert. Udah ketebak.

Tidak ada foto. Saya lelah.

Indonesian Digital Books: Mizan Publishing

20170519_095438

Pembicaranya dari Mizan, tentang perkembangan dan pengembangan buku digital di Indonesia. Buku digital ternyata sudah ada tetapi lebih pada non-fiksi. Terutama buku-buku pengayaan pelajaran sebagai upaya untuk menjadikan proses belajar menjadi lebih menyenangkan.

The Place of Young Writers in Indonesia

 Ini sesinya Mbak Renny Yaniar dan DR Murti Bunanta. Sesi dimulai dengan penjelasan Ibu Murti tentang trend penulisan buku oleh anak-anak yang tengah terjadi di Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Ada KPPK, PECI, KKPC,  dll. Penerbitan buku seperti ini menjadi marak karena adanya permintaan pasar yang semakin besar. Anak-anak di-encourage unuk menulis baik oleh sekolah, orangtua ataupun guru. Workshop penulisan untuk peserta anak-anak juga semakin banyak. Potensi penjualan buku buku ini juga bagus karena penulis anak-anak bisa mempromosikan bukunya ke teman-teman sebaya mereka. Jadilah industri buku anak oleh anak ini berkembang.

20170519_111552_LLS

Selanjutnya dibahas hal-hal yang manjadi pro kontra dalam fenomena ini termasuk masalah kualitas, tema, originalitas (terkait plagiarisme), kedalaman riset serta referensi dan lain sebagainya. Ada juga concern dari audience negara lain yang mengatakan bahwa children should not be allowed to write books untuk diedarkan secara luas karena pembuatan sebuah buku adalah hal yang serius dan buku adalah sesuatu yang sangat penting. Jangan sampai nanti ada informasi tidak akurat yang secara sengaja atau tidak sengaja muncul di dalam buku seperti ini. Anyway, presentasi ditutup dengan kesimpulan bahwa anak-anak sebagai penulis harus diberikan kebebasan untuk berekspresi, tetapi juga harus terus dibimbing untuk membuat karya yang baik, tidak asal-asalan, dibekali dengan ilmu penulisan yang cukup, harus senantiasa didorong untuk membaca berbagai macam buku untuk memperkaya pengetahuan dan wawasan. Para penerbit diharapkan pula untuk tetap cermat menjaga kualitas dari karya tulis oleh anak-anak ini.

Reading and Empathy

Sesi ini ada di Teacher’s Conference yang diadakan di hari ke-empat setelah Writers and Illustrators Conference selesai. Pembicaranya adalah Maria Alessandrino, seorang penulis dari Australia. Tema presentasinya adalah tentang buku yang bisa menumbuhkan empati anak.

20170520_075253

Maria menjelaskan bagaimana buku anak-anak bisa mengajari anak menumbuhkan empati. Maria melengkapi presentasinya dengan contoh-contoh buku dari picture book sampai novel. Ada satu petikan novel yang dibacanya yang mengharukan banget, tentang persaudaraan sepasang anak imigran dalam perjalanan di atas kapal laut menuju rumah baru, negara baru. Sayang saya lupa judulnya.  Banyak tema yang dibahas, tentang bencana, tentang penyakit, tentang penolakan, tentang disability, dan seterusnya….

Interactive Narration: Having Fun with Postmodern Picturebooks!

Sangat menarik. Begitu kesan yang muncul untuk presentasi yang dibawakan oleh DR Ruth Young. Jadi, DR Ruth menyampaikan karakteristik menarik dari buku cerita bergambar dekonstruktif. Hah? Apa itu dekonstruktif. Pokoknya yang aneh, nyeleneh dan menyalahi format baku sehingga benar-benar mempermainkan imaginasi dan fun!

20170520_094609

Karena namanya dekostruktif maka karakternya tidak biasa, plot tidak biasa, bentuk tidak biasa, semua tidak biasa. Bagi yang penasaran seperti apa itu buku bergambar dekonstruktif bisa mencari buku-buku di bawah ini : The Book Just Ate My Book (Richard Byrne), We are in a Book (Mo Willems), Help! We Need a Title dan Red Little Riding Hood Not Quite (pengarang kedua buku ini saya lupa). Ada juga judul-judul lain, tapi, saya tidak ingat hehe… Silakan dicari tahu sendiri saja lewat google ya.

Selesai sudah cerita tentang sesi-sesi yang saya ikuti selama AFCC. Baca juga artikel lainnya tentang AFCC 2017 :

Dari AFCC 2017 : Sesi Indonesian Mysteries and Historical Fiction Part 1

Dari AFCC 2017 : Sesi Indonesian Mysteries and Historical Fiction Part 2

Dari AFCC 2017 : Indonesian Pavilliun

Dari AFCC 2017 : Venue and Activities

Dari AFCC 2017 : Illustrator Gallery

Dari AFCC 2017 : Sesi Yang Saya Ikuti – Part 1

Dari AFCC 2017 : Liputan di Majalah Tempo

Dari AFCC 2017 : Video – Sesi Indonesian Mysteries and Historical Fiction

Ditandai sebagai: