Dari Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia (Munsi) III 2020

Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia (Munsi) adalah suatu even akbar yang diselenggarakan oleh Badan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan setiap tiga tahun sekali. Munsi yang diadakan tahun 2020 lalu adalah yang ketiga kalinya setelah sebelumnya diadakan di tahun 2016 dan 2017. Munsi III ini memilih tema: “Memajankan Sastra Indonesia di Panggung Dunia”.

Proses Seleksi

Bagaimana ceritanya saya yang penulis buku anak ini bisa nyasar di helaran ini? Jadi awalnya saya melihat pengumuman penjaringan peserta melalui “Call for Paper” di media sosialnya Badan Bahasa:

Saya belum pernah ikut Munsi sebelumnya. Karena rasa penasaran, akhirnya saya memberanikan diri mengirim makalah dengan Subtema Sastra Indonesia dalam Sastra Dunia. Saya mengangkat masalah tentang kiprah, prestasi, hambatan dan tantangan bagi buku anak Indonesia untuk mendunia. Catat : b u k u a n a k. Karena saya adalah penulis buku anak. Dan, ternyataa…. makalah saya lolos bersama dengan 150 penulis lintas genre dan lintas usia lainnya dari seluruh propinsi di Indonesia.

Daring atau Luring?

Karena pandemi Covid 19, dan hal-hal teknis lain, maka batas waktu pengiriman makalah, pengumuman peserta terpilih serta waktu pelaksanaan mundur hingga tanggal 2 – 5 bulan November 2020. Acara diselenggarakan secara tatap muka atau luar jaringan (luring), namun bagi peserta terpilih yang belum nyaman untuk bepergian ada alternative untuk bisa tetap mengikuti Munsi secara daring atau dalam jaringan. Saya termasuk salah satu perserta yang memilih untuk mengikuti secara daring.

Ngapain saja sih di Munsi?

Sesuai dengan namanya yaitu “Musyarawah”, kegiatan ini adalah ajang diskusi, berbagi informasi, silaturahmi antar sastrawan, penulis, pegiat sastra dengan Badan Bahasa. Tujuan utama dan terpenting dari musyawarah ini adalah diterbitkannya “Rekomendasi” kepada Pemerintah Indonesia terkait kemajuan sastra Indonesia. Ajang ini juga diharapkan dapat meningkatkna gairah para penulis dan sastrawan untuk terus berkarya.

Acara dibagi dalam 4 bagian besar : Pembukaan, Pleno, Diskusi Kelompok dan Pembacaan Rekomendasi.

Pembukaan Munsi III

Acara dibuka di hari pertama jam 19.30 malam oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan Sastra, Bapak Aminudin Azis. Dalam kesempatan itu, dibuka juga forum dialog yang berakhir dengan banjirnya usulan, keluh kesah dan ide sehubungan dengan kegiatan bersastra.

Saat pembukaan juga dilakukan pembacaan hasil Rekomendasi Munsi II yang dilakukan pada tahun 2017 lalu dan update dari Badan Bahasa mengenai sejauh mana rekomendasi tersebut dijalankan atau belum bisa dijalankan.

Pleno Hari Kedua

Hari kedua menghadirkan beberapa pembicara dengan materi-materi yang luar biasa:

  • Martin Suryajaya : Sastra Dalam Masa Pascakebenaran
  • Djoko Saryono : Sastra Daerah Sebagai Bagian dari Sastra Indonesia
  • Cecep Syamsul Bahri : Kekaryaan Pada Era Digital
  • John McGlynn : Sastra Indonesia Dalam Sastra Dunia

Materi yang menurut saya menarik adalah milik Martin Suryajaya dan John McGlynn.

Menurut analisa Martin Suryajaya, di masa datang sastra adigang, adigung, adiluhung kemungkinan takkan ada lagi, digantikan dengan kesusasteraan dalam jaringan yang dibangun oleh mention, skrinsyut dan “viralkaaan!” Di mana kebenaran tidak dibangun lagi dengan fakta tapi opini. Sedangkan John McGlynn dalam makalahnya menyoroti statistik penjualan rights di luar negeri. Secara mencengangkan, ternyata buku anak menyumbang lebih dari 40% dari total penjualan rights.

Martin Suryajaya : Sastra Dalam Masa Pascakebenaran
John McGlynn : Sastra Indonesia Dalam Sastra Dunia

Di sela-sela waktu presentasi disajikan acara-acara menarik seperti Pembacaan Puisi oleh Sutarji Calzoum Bahri dan Asrizal Nur serta pembacaan puisi dari para peserta lainnya yang ingin menyumbang acara.

Pleno Hari Ketiga

Masih ada tiga pembicara yang hadir di hari ketiga yaitu :

  • Faruk Tripoli : Sastrawan, Media dan Pascarealitas
  • Leila S. Chudori : Sastrawan Sebagai Profesi di Panggung Dunia
  • Manneke Budiman : Pendidikan Sastra Indonesia di Panggung Dunia

Di bawah ini adalah cuplikan dari materi presentasi Leila S. Chudori dan Manneke Budiman:

Leila Chudori banyak membagikan pengalamannya menembus dunia international dengan karya-karya sastranya. Tips-tips pun tak lupa beliau berikan pada para peserta.

Manneke Budiman bicara tentang Masa depan Sastra Indonesia di Panggung Dunia. Menurutnya, Sastra Indonesia masih akan dibaca dan digunakan dalam studi tentang Indonesia oleh lembaga-lembaga pendidikan di dunia, namun untuk itu Sastra Indonesia harus mampu mengusung isu-isu global dalam tematiknya terhadap konteks domestik.

Diskusi Kelompok

Paruh kedua hari ketiga diisi dengan Diskusi Kelompok dimana seluruh peserta dibagi dalam tiga kelompok. Saya sendiri masuk dalam kelompok I yang membahas tentang Pengembangan Sastra dan Usul Pengembangan Sastra. Hal yang paling mencengangkan dalam diskusi kelompok ini adalah sulitnya mendapatkan kesempatan bicara, karena semua orang ingin bicara, seriously! 🙂 Hasil dari diskusi-diskusi inilah yang akan menjadi bagian dari Rekomendasi untuk Pemerintah.

Pembacaan Rekomendasi

Malam penutupan selain diisi dengan pertunjukkan musik dan pembacaan puisi, acara puncaknya adalah pembacaan Rekomendasi yang dihasilkan oleh MUNSI III kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Bahasa Kemendikbud.

Secara Lengkap, Rekomendasi yang disampaikan adalah sebagai berikut:

Pengembangan Sastra

  1. Badan Bahasa dan/atau lembaga lain mengoptimalkan ekosistem digital dalam pengembangan sastra di Indonesia.
  2. Badan Bahasa dan/atau lembaga lain mengoptimalkan penerjemahan karya sastra dan distribusinya.
  3. Badan Bahasa dan/atau lembaga lain mengoptimalkan pengembangan sastra untuk penyandang difabel.

Pembinaan Sastra

  1. Badan Bahasa dan/atau lembaga lain memperbanyak dan memperluas pelatihan bagi tenaga pendidik dan komunitas sastra.
  2. Badan Bahasa dan/atau lembaga lain membuat senarai buku-buku sastra.
  3. Badan Bahasa mengoptimalkan kualitas penyelenggaraan MUNSI.

Perlindungan Sastra

  1. Badan Bahasa dan/atau lembaga lain meningkatkan pelindungan hak kekayaan intelektual karya sastra serta hak ekonomi dan hak moral karya sastra.
  2. Badan Bahasa dan/atau lembaga lain memperkuat keterlibatan penulis sastra dalam penyusunan dan pelaksaan program pelindungan sastra.

Dengan dibacakannya rekomendasi ini maka berakhir juga rangkaian acara Munsi III. Di bawah saya bagikan foto-foto yang dibuang sayang.

Semoga saja artikel ini bermanfaat. Dan kita lihat apa hasil dari rekomendasi Munsi III ini, tiga tahun lagi!

Ditandai sebagai: