Riset Novel Misteri Harta Berdarah di Museum Multatuli

Kunjungan ke Museum saat melakukan riset dalam penulisan novel-novel saya adalah hal yang lazim bagi saya. Beberapa museum sudah pernah saya kunjungi sebelumnya seperti Museum Tionghoa Benteng di Tangerang saat menulis Misteri Kota Tua, Museum Mandala Siliwangi di Bandung waktu menulis Misteri Kota Lautan Api, Museum Tjong A Fie di Medan ketika menulis Misteri Gurindam Makam Kuno, Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama saat menulis Misteri Kerajaan Kuno. Terakhir yang saya kunjungi adalah Museum Multatuli di Rangkasbitung dalam rangka penulisan Novel Misteri Harta Berdarah.

Baca juga : Inspirasi Novel Misteri Kota Tua : Museum Benteng Heritage

Keterangan gambar : Kiri : tiket masuk yang saya dapat saat berkunjung ke Museum Tjong A Fie. Kanan : foto dan data yang saya peroleh dari kunjungan ke Museum Banten Lama

Museum Multatuli Museum Antikolonial Pertama di Indonesia

Museum yang berada di pusat kota Rangkasbitung ini masih baru, baru diresmikan tahun 2018. Jadi saat riset awal saya di tahun 2016, museum ini belum ada (baca juga : Behind the Scene – Misteri Harta Berdarah). Beruntung saat saya sedang mengalami writer’s block di akhir tahun 2018, Museum ini muncul bersamaan dengan Perpustakaan Saidjah dan Adinda yang berdiri persis di sebelah Museum. Saya pun mengunjungi dua tempat ini untuk mendapatkan bahan referensi dan rujukan.

Informasi lengkap tentang museum ini bisa dilihat di website resminya : museummultatuli.id

Secara singkat Museum yang bisa dicapai dengan naik KRL dari Jakarta ini berisi informasi tak hanya tentang Multatuli alias Douwes Dekker tetapi juga tentang sejarah perjuangan rakyat Banten melawan kolonialisme. Museum ini bahkan dijuluki sebagai “Museum Anti Kolonial Pertama Di Indonesia”

Museum ini memakai bekas rumah kediaman Wedana Lebak. Media pamernya cukup modern dan sophisticated, tidak hanya menghadirkan deretan gambar di dinding tetapi juga memanfaatkan podcast dan video. Intinya : sangat kekinian.

Inside the Museum

Museum ini tak terlalu besar, hanya ada 7 ruang pamer. Ruang pertama adalah Lobi, dimana kita disambut oleh foto Multatuli pada kepingan kaca dan quotenya yang sangat terkenal.

Ruangan lainnya berisi : perjalanan sejarah kolonialisme di Indonesia, riwayat tanam paksa, cerita tentang Multatuli dan pengaruhnya pada perjuangan antikolonialisme di Indonesia, sejarah Lebak, hikayat perlawanan rakyat Banten terhadap kolonialisme dan daftar tokoh-tokoh penting yang berasal dari atau pernah tinggal di Rangkasbitung

Keterangan gambar : Atas : foto tokoh-tokoh yang pernah tinggal di Rangkasbitung. Bawah : ilustrasi perlawanan rakyat Banten terhadap kolonialisme

Yang menarik, dari para tokoh yang pernah tinggal di Rangkasbitung, salah satunya adalah Euginia Van Beers, ibu dari Edward van Halen salah satu pendiri band Van Halen.

Di bawah ini adalah sebagian display di dalam ruangan “Sejarah Lebak – Rangkasbitung”

Artefak dan Patung

Selain hal-hal di atas, Museum ini juga menyimpan artefak berupa ubin asli dari rumah Multatuli, koin kuno, alat giling kopi kuno dan salah satu cetakan pertama buku Max Havelaar karangan Multatuli

Sementara itu di halaman Museum terdapat patung Multatuli, Saidjah dan Adinda karya pematung terkemuka Dolorosa Sinaga. Banyak yang memanfaatkan patung-patung ini sebagai spot swafoto.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana saya menggabungkan informasi yang saya dapatkan melalui riset di Museum ke dalam buku. Hm.. mungkin bisa dibaca saja novelnya đŸ™‚

Anyway, tips yang mungkin berguna saat akan melakukan riset di Museum adalah :

  1. Datang dengan persiapan seperlunya.
  2. Datang dengan pikiran yang terbuka.
  3. Datang dengan hati yang gembira.
  4. Habiskan waktu sepuasnya, kalau perlu luangkan waktu untuk berbincang dengan petugas perpustakaan untuk mendapatkan informasi yang kadang tidak ada dalam display.
  5. Kalau museum adalah salah satu seting dalam novelmu maka luangkan waktu juga “to get the feel of the place”, kamu akan memerlukannya nanti saat harus mendeskripsikan seting maupun action di dalam novelmu.

Sepertinya saya sudah bicara terlalu banyak. Selamat bersenang-senang di Museum dan jangan lupa beli buku Misteri Harta Berdarah

Baca juga

Ditandai sebagai: