Ini Yang Saya Lakukan Untuk Menembus Penerbit

Tulisan ini tidak berisi teori, bukan mantra ajaib apalagi tips sakti yang bisa menjamin seorang penulis bisa menerbitkan karyanya, tulisan ini sekedar sharing pengalaman, tentang apa-apa saja yang pernah (dan sampai sekarang masih) saya lakukan agar karya saya bisa diterbitkan oleh penerbit mayor (maksudnya non indie). Dulu saya sering menyebut diri saya pengasong naskah door to door, yang jualan naskah dari penerbit satu ke penerbit lain. Sampai sekarang pun saya tetap pengasong naskah, dan tetap door to door 🙂

IMG_20141224_160908

Pertama, punya naskah.

La iya lah, apanya yang mau diterbitin kalau naskah aja gak punya. Kalau belum punya naskah komplit paling tidak punya outline atau konsep naskah. Kalau ini pun belum punya, well, at least kamu sudah harus punya gagasan, ide dalam kepala tentang naskah atau tulisan macam apa yang akan kamu buat. Kalau ini pun belum ada. Darn, kamu sebaiknya mempertanyakan kembali tujuan hidupmu, memang bener pengen jadi penulis atau tukang mimpi belaka.

Kedua, survey ke toko buku

Saya biasa nongkrong di toko buku. Ngapain aja?

  1. Nyatetin judul-judul buku. Untuk apa? Ya untuk tahu selera penerbit. Bisa nyatet dengan kertas, tapi supaya gak kelihatan norak, bisa jepret aja pakai kamera hp. Dengan exercise ini saya jadi bisa tahu Penerbit A senangnya menerbitkan buku picture book, misalnya. Atau penerbit B senang menerbitkan picture book dengan tema pendidikan moral atau agama, atau penerbit C lebih suka novel anak yang girlie abis, atau penerbit D lagi getol-getolnya menerbitkan novel bertema horor, atau penerbit E lagi senang dengan buku-buku berkonsep science terapan untuk anak. Dengan cara ini saya juga bisa mengetahui trend buku yang sedang in. Nongkrong di toko buku ini harus periodik karena trend, minat pembaca dan selera penerbit itu bisa berubah dengan cepat.
  2. Nyatetin / motretin nama dan alamat penerbit serta nama editornya.
  3. Baca buku-buku yang dipajang. Tidak perlu sampai habis, sekilas saja untuk mengetahui gaya bercerita macam apa yang disukai penerbit dan pembaca. Dari situ saya juga bisa tahu kekhasan masing-masing penulis yang tulisannya berkali-kali diterbitkan (yang berarti karyanya disukai penerbit dan dicintai pasar eh maksud saya disukai pembaca). Saya bisa mempelajari bagaimana penulis tersebut mengembangkan cerita,menciptakan karakter dan membuat kalimat. Supaya gak lupa, saya seringkali take note lewat applikasi memo atau polaris office di handphone. Setelah kunjungan ke toko buku biasanya saya akan dapat banyak ide untuk merevisi naskah, meluaskan cerita dan yang pasti dapat petunjuk kira-kira penerbit mana yang mungkin cocok dan bersedia menerbitkan naskahku.

Ketiga, crosscek alamat dan nama editor yang didapat dari hasil survey ke toko buku

Biasanya yang saya crosscheck adalah penerbit-penerbit yang kurang familiar namanya, untuk memastikan penerbit yang bersangkutan masih exist hehe 🙂 Crosscheck bisa lewat browsing internet, cek website penerbit atau lewat account socmed penerbit. Sekalian mesmatikan sekali lagi jenis-jenis buku apa saja yang diterbitkan penerbit tersebut.

IMG_20150130_051255

Keempat, make contact! 

Setelah dapet ancer-ancer kira-kira naskah kita cocok dengan penerbit yang mana, waktunya untuk mengontak penerbit! Kan sudah dapat alamat, nomor telepon, email, account socmed penerbit (dan kalau beruntung account FB editor) dari dua langkah di atas, jadi tunggu apa lagi. Oiya, biasanya kontak lewat FB jawabannya lebih cepat 🙂

Hal-hal yang saya tanyakan saat mengontak editor / penerbit:

  • apakah penerbit tersebut masih menerima naskah dengan tema yang sedang saya buat
  • kalau mau kirim naskah harus ditujukan ke siapa (atas nama siapa) supaya naskah gak nyasar atau terselip di kantor penerbit
  • penerbit lebih suka hardcopy atau kiriman softcopy.

Kelima, kirim! 

Kalau sudah dapat jawaban dari tiga pertanyaan di atas, ya sudah tinggal kirim saja. Boleh gak tanya sama penerbit gimana kira-kira nasib masa depan naskah kita? Ya boleh aja, asal tanyanya jangan tiap hari. Kalau saya biasanya tanya satu bulan setelah kirim. Tanya doank, gak boleh maksa. Kalau jawabannya masih review, bulan berikutnya saya tanya lagi, dan demikian seterusnya. Biasanya, jawaban akan didapat (baik kabar menyenangkan maupun menyedihkan) dalam waktu 3-6 bulan. Kalau sampai 6 bulan atau bahkan 12 bulan masih belum ada jawaban pasti alias masih digantung, well, hadapilah kenyataan. Itu artinya naskahmu belum berjodoh di sana. Tarik saja naskahnya dan tawarkan ke penerbit lain.

Pernah gak kirim naskah berdasarkan iklan / info lowongan naskah di socmed?

Pernah.  Tapiiii saya selalu cek dulu penerbit/editor yang membuka lowongan tersebut nyata atau tidak. Karena kadang ada juga lo perampok naskah. Pura-pura buka lowongan naskah tapi setelah naskah terkumpul lalu tak ketahuan lagi rimbanya. Untung belum pernah kejadian sama saya sih. Kalau info lowongan naskah datang langsung dari penerbit besar yang sudah pasti reputasinya atau dari orang yang sudah kita kenal baik, maka bisalah dipercaya. Jangan ragu untuk menganggapi iklan-iklan macam ini. Tapi kalau tidak jelas, lebih baik berhati-hati ya.

Kalau naskah ditolak?

Ya diperbaiki terus dikirim lagi ke penerbit lain! Gitu aja kog repot!

Ditandai sebagai: